WIKILEAKS, sebuah situs yang punya spesialisasi pembocor dokumen intelejen, kembali bikin sensasi. Sebuah kawat dokumen rahasia Dubes AS Cameron Hume, kembali dirilis dan diunduh secara bebas di dunia maya. Kali ini Wikileaks membeber Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang sebagian besar disebutnya adalah sekutu Amerika Serikat. Tentunya sosok-sosok itu sangat disukai oleh Washington DC yang memang memiliki banyak kepentingan di Indonesia.
Sejumlah nama menteri populer selama ini memang dikenal sangat dekat dan potensial menjadi sekutu Amerika Serikat. Setidaknya, seperti kawat diplomatik milik Kedubes AS di Jakarta yang dirilis Wikileaks, menteri-menteri itu tersebar di bidang ekuin, kesra dan polhukam. Kawat diplomatik Duta Besar AS Cameron Hume kepada pimpinannya di Gedung Putih itu dirilis di laman WikiLeaks, Kamis (24/8) lalu. Ini, bukan kali pertama Wikileak membocorkan kawat-kawat diplomatik tersebut. Beberapa waktu lalu, ratusan dokumen Kedubes AS di Jakarta juga dibocorkan WikiLeaks.
Yang menarik, satu menteri yang dielus-elus Amerika Serikat adalah Menteri Lingkungan Hidup Gusti M Hatta. Pakar kehutanan asal Kalimantan Selatan ini dinilai negara Uncle Sam sebagai akademisi terhormat --yang diharapkan fokus pada isu perubahan iklim. Hatta menjadi sosok penting, mengingat dia berperan penting mulusnya program pengurangan emisi gas karbon dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Untuk masalah lingkungan ini, Indonesia mendapat bantuan miliaran dolar dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Fakta bahwa Amerika Serikat punya kepentingan di Indonesia, sulit untuk dibantah. Dan itu pun suatu yang sangat wajar. Bukan hanya negara adikuasa itu saja, ada banyak kepentingan negara asing lainnya yang ikut bermain di sini. Hanya saja, kepentingan asing yang bermain di Indonesia sebagian besar sangat tidaklah adil. Mereka mengeksploitasi alam dan tidak untuk hajat hidup orang banyak di Indonesia tetapi dikeruk ke luar negeri.
Data Wikileaks secara gamblang menggambarkan sosok kabinet Presiden SBY-Boediono lebih pro Amerika Serikat. Tidak salah memang kalau kemudian para elite politik menyindir pemerintahan SBY sebagai rejim neolib (neolibralisasi). Pada Pemilu Presiden 2009 silam, ‘neolib’ memang menjadi merek dagang lawan-lawan politik SBY di pasar politik negeri ini. Meski SBY sendiri mengaku tidak mengerti stigma neolib yang ditudingkan kepadanya.
Suka tidak suka, sebuah negara dengan sistem ekonomi terbuka tentu harus pula berhadapan dengan pasar bebas. Dalam konteks ini, Indonesia sulit untuk tidak menjadi bagian dari sistem pasar bebas. Dan, faham neolibs sebagai reinkarnasi dari sistem ekonomi libralisme saat ini memang telah menguasai sistem perekonomian dunia. Secara kasat mata, memang sulit untuk tidak mengatakan tim ekonomi pemerintahan Yudhoyono melepas sistem neolib melalui ‘Washington Consensus’.
Hatta Rajasa selaku Menko Koordinator Perekonomian enggan berkomentar soal dokumen kawat diplomatik Kedubes Amerika Serikat yang dibocorkan Wikileaks. Nama Hatta Radja berada di barisan terdepan yang di dalam dokumen itu Dubes Cameron Hume sebagai sekutu paling menjanjikan bagi AS. Rekam jejak Hatta Radjasa dalam priode reformasi juga masuk ponten biru dari para pengambil kebijakan di Washington DC.
Selain Hatta, beberapa menteri yang dianggap sekutu AS oleh Hume adalah Menko Polkam Djoko Suyanto, mantan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menkes Endang Rahayu Sedyaningish, Menteri LH Gusti M Hatta, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa serta Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Kebenaran dokumen di laman Wikileak itu masih sulit dikatakan kesahihannya. Soalnya, Wikileaks dikenal suka bersensasi dan membuat banyak pemimpin negara garuk-garuk kepala. Meski sebenarnya kepala itu tidak gatal.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar